Ironis memang, aku masih mencintai seseorang yang telah tiada. Dia telah pergi meninggalkanku, dan walaupun aku telah bersama orang yang kini kucinta, namun aku tidak bisa menepis bayangannya dipelupuk mataku. Kadang aku teringat di saat kami tertawa dan menangis bersama, saat-saat terindah yang pertama kudapat setelah aku hidup terpisah selama SMP dari orang tuaku dan kini aku tinggal bersama pamanku.
Dua tahun yang lalu pada saat libur kenaikan kelas. Saat aku akan naik ke kelas 2 SMP, aku berlibur di Banjarmasin, Ibu Kota Provinsi Kalimantan Selatan. Kenangan hari hujan, saat bermain bersama teman-teman lamaku di lapangan dekat rumahku di Banjarmasin ketika hujan turun dan semakin lebat, kami semua langsung mencari tempat berteduh di sekitar lapangan dan aku sendiri berteduh di sebuah pos ronda. Cukup lama aku menunggu di sana, namun hujan teak menampakkan tanda akan reda. Hingga aku mulai berdiri dan memutuskan untuk menerjang hujan. Aku terus berlari menerjang hujan, saat ditengah jalan tu lihat siluet seorang gadis yang duduk bersimpuh tengah jalan, aku memelankan langkahku dan ku lihat dia seperti menangis terisak. ‘Ada apa?’ sapaku, dia tidak menjawab. Ku lihat lututnya yang berdarah, sepertinya dia terjatuh, aku pun menanyakan di mana rumahnya. Ternyata rumahnya tak jauh dari ruma pamanku. Aku pun menawarkan untuk mengantarkannya pulang. Dia Nampak ragu, tapi akhirnya dia mau karena hujan pun semakin deras, maka ku gendong dia ditengah hujan. Tak ada satu pun kata yang terlintas antara kami hingga dia menunjukkan arah rumahnya, aku pun menurunkannya di sana. Sesaat kami beradu pandang dan dia perlahan tersenyum padaku. Aku pun balas tersenyum, dia Aku menanyakan namanya, dia tak langsung menjawab tapi dia menunduk dan perlahan senyum itu terhapus dari wajahnya, sungguh gadis yang manis namun penuh misteri. ‘Neva’ katanya, dia lalu berpaling dan hilang dari pandanganku.